Pertama Kali ke Jakarta (Part 1)

Monumen Nasional
Jakarta....

Tak pernah terbayangkan bahwa suatu hari saya akan berangkat ke Jakarta. Kenapa? Jangankan ke Jakarta, ke Surabaya yang notabene kampung kedua orang tua saya pun jarang. Kesempatan untuk pertama kalinya mengunjungi Jakarta adalah saat saya diterima di salah satu perusahaan yang akan membuka cabangnya di kota saya dan saya harus mengikuti training di sana sampai waktu yang tidak dapat ditentukan. Ya, akhirnya saya berkesempatan mengunjungi ibukota negara ini dengan GRATIS, hahahaha!

14 Desember 2015 saya bertolak ke Jakarta melalui Bandara Tjilik Riwut. Dan kebetulan saat itu saya bertemu seseorang yang baru saja menyelesaikan masa baktinya sebagai Gubernur Kalimantan Tengah, yaitu Bapak Agustin Teras Narang. Saya pun tidak mau menyia-nyiakan kesempatan bertemu dengan salah satu orang penting di Kalimantan Tengah tersebut. Saya hampiri pengawal beliau dan meminta izin untuk dapat berfoto dengan beliau, dan pengawalnya mengiyakan niat saya tersebut. Akhirnya saya bersalaman dan bertegur sapa dengan beliau dan diakhiri dengan selfie session, hahahaha!

Selfie dengan Bapak Teras Narang
Karena ini adalah pertama kalinya saya mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, saya bingung harus kemana. Untungnya saya dijemput oleh driver perusahaan dimana saya akan bekerja, walaupun harus menunggu sampai berjam-jam karena harus menunggu teman-teman yang lain yang datang dari Padang, Bandar Lampung, Solo, Surabaya, Ternate, dan Palu.

Terminal Kedatangan Bandara Soekarno-Hatta
Dua minggu pertama berada di sana, saya belum berani kemana-mana karena udah phobia duluan, karena saya sering mendengar banyak modus kejahatan yang terjadi di kota metropolitan ini. Kalaupun keluar paling hanya sebatas ke kantor dan ngemall yang lokasinya dekat dengan tempat tinggal. Lama-kelamaan karena bosan jika hanya ngantor-pulang dan cuma tiduran kalo pas weekend, akhirnya saya beserta teman saya yang berasal dari Ternate, Jefly, nekat buat jalan-jalan pas weekend. Bermodalkan petunjuk yang kami terima dari bapak penjaga kos, kami memberanikan diri untuk menjelajah Jakarta. Tujuan pertama kami adalah Monas. Iya, Monas! Sebagai orang yang baru pertama kali ke Jakarta, saya penasaran bagaimana bentuk Monas yang sebenarnya. Hahahahahaha.

Dari kosan, kami naik angkot menuju ke tempat biasanya bis pada ngetem. Di sana, karena nggak tau harus naik bis yang mana, akhirnya kami nanya-nanya ke kenek masing-masing bis untuk memastikan bis yang mana yang lewat Monas. Akhirnya kami naik ke salah satu bis yang jurusannya kalo nggak salah ke Pasar Senen. Sambil memastikan kalau kami akan sampai di Monas, saya selalu mengecek Google Maps yang ada di ponsel saya.

Karena ini pengalaman pertama nik bis di Jakarta, I was so excited! Tapi yang bikin kurang nyaman pas kita lagi naik bis umum di Jakarta adalah adanya pengamen yang silih berganti naik ke bus. Kalo pas ketemu pengamen yang suaranya merdu sih saya cukup terhibur, tapi kalo sebaliknya? You know what I mean lah. Selain pengamen, di bis juga banyak pedagang, ada yang cuma nawarkan dagangannya dengan melakukan demo, ada juga yang langsung membagikan dagangannya ke semua penumpang, lalu apabila penumpang ada yang berminat membeli tinggal langsung bayar, kalo nggak minat ya tinggal dikembalikan saja ke pedagangnya.

Beberapa puluh menit berlalu, kami semakin mendekati Monas. Eh, tapi tunggu dulu. Bis ini kok nggak persis lewat Monas? Malah lama-kelamaan semakin menjauh dari Monas. Akhirnya saya berinisiatif untuk langsung minta turun di tengah jalan. Iya, bener-bener di tengah jalan. Begitu turun dari bis langsung bertebaran suara klakson mobil saat kami hendak menepi ke pinggir jalan. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan ke Monas dengan berjalan kaki saja, karena menurut apa yang saya lihat di Google Maps, jarak kami saat itu sudah dekat dengan Monas.

Ternyata apa yang terlihat di Google Maps itu tak semudah kelihatannya, kami harus berjalan cukup jauh untuk mencapai Monas. Tapi rasa lelah itu seakan sirna saat saya melihat Istana Merdeka sesaat sebelum mencapai Monas. Walaupun nggak bisa masuk (siapa gue???), tapi tetep seneng banget bisa punya kesempatan melihat secara langsung tempat ini. Gimana nggak excited banget, lha wong biasanya cuma ngeliat istana ini pas upacara 17 Agustusan di TV hehehehehe.

Istana Merdeka
Begitu dari Istana Merdeka, Monas sudah di depan mata, tinggal nyeberang jalan. Saat hendak menyeberang jalan, kami menunggu lampu lalu lintas untuk pejalan kaki berwarna hijau. Namun, karena setelah lama menunggu lampu tak kunjung hijau, saya beserta teman saya nekat menyeberangi jalanan yang ramai itu sampa-sampai diklaksonin begitu banyak mobil. Nggak taunya kalo mau nyeberang itu tinggal pencet tombol yang ada di tiang lampu lalu lintasnya supaya pejalan kaki mendapat kesempatan untuk menyeberang. Berhubung saya udik nggak pernah tau ada fitur yang seperti itu ya langsung nyelonong aja nyeberang dan pantes sampe diklaksonin mobil-mobil hahahaha!

Jalanan di sekitar Monas saat malam hari
Komplek Monas itu ternyata luas banget! Saya pasti nggak bakal kuat kalo disuruh muterin Komplek Monas hahahahaha. Sesampainya di Monas, hal pertama yang kami lakukan adalah cari orang jualan minum. Maklum, habis jalan lumayan jauh, energi pun terkuras. Di dalam Komplek Monas sendiri nggak boleh ada orang yang jualan. Tapi pada kenyataannya tetep aja ada orang jualan walaupun transaksi jual belinya kayak transaksi narkoba. Gimana nggak, penjualnya cuma nawarin dagangannya tapi fisik dagangannya nggak keliatan. Begitu kita niat mau beli baru deh mereka ngeluarin dagangannya dari dalam ransel dan melayani pembeli dengan gelagat setengah ketakutan seperti takut ketahuan. FYI, pedagang di sekitar monas itu nggak kayak pedagang yang membawa baki yang dipenuhi barang dagangannya. Dandannya pun lebih kayak wisatawan daripada kayak pedagang. Dan yang pasti dagangan mereka tersembunyi di tas yang mereka bawa.

Monumen Nasional
Puas mengitari Monas, kami pun melanjutkan perjalanan ke Masjid Istiqlal yang letaknya cukup dekat dari Monas, bisa ditempuh hanya dengan berjalan kaki. Ini juga pertama kalinya bagi saya melihat Masjid yang besarnya luar biasa dan ada liftnya. Selain tertarik mengunjungi Masjid Istiqlal, kami juga tertarik naik bus wisata tingkat yang disediakan oleh Pemprov DKI Jakarta. Kapan lagi coba naik bis tingkat dan gratis pula hahahahaha.

Masjid Istiqlal, Jakarta
Bis Wisata Keliling Ibukota
Bersambung....
Share:

1 komentar:

  1. Keliatanya menyenangkan wkwkwk... Kalo dari tinggkat kejahatannya gimana ka?selama perjalanan

    BalasHapus